pengertian prinsip prinsip tujuan dan fungsi supervisi pendidikan

1. Pengertian Supervisi Pendidikan

Pengertian, Prinsip-Prinsip, Tujuan dan Fungsi Supervisi Pendidikan. Supervisi pendidikan merupakan aktifitas pembinaan yang direncanakan dan dilaksanakan secara sistematis dan terarah untuk membantu para kepala sekolah, guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan secara efektif (Suhardan, 2010; Satori, 2016). Para ahli supervisi pendidikan lainnya menyatakan bahwa supervisi merupakan proses untuk menerapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya, dan bila perlu mengkoreksi dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula (Purwanto, 2010). Penegrtian supervisi pendidikan merupakan usaha memfasilitasi, membantu dan memberi pelayanan sesuai dengan kebutuhan guru agar guru menjadi lebih profesional dan produktif dalam menjalankan tugas melayani peserta didik.


Selain itu, supervisi pendidikan dapat diartikan sebagai segala bantuan dari para pemimpin sekolah, yang tertuju kepada perkembangan kepemimpinan guru-guru dan tenaga kependidikan sekolah lainnya di dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Proses supervisi dapat berbentuk motivasi, bimbingan, dan kesempatan bagi pertumbuhan keahlian dan kecakapan guru-guru, seperti bimbingan dalam usaha dan pelaksanaan pembaharuan-pembaharuan dalam pendidikan dan pembelajaran, pemilihan alat-alat pelajaran dan metode - metode mengajar yang lebih baik, cara-cara penilaian yang sistematis terhadap seluruh proses pembelajaran (Purwanto, 2010). Dengan demikian, supervisi pendidikan merupakan aktivitas pembinaan secara terencana dan menyeluruh dari para pemimpin pendidikan untuk memfasilitasi, membantu, dan membimbing para guru dan tenaga administratif sekolah berdasarkan pendekatan profesional dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif.


Selanjutnya, supervisi pendidikan dapat diartikan pula sebagai pengawasan terhadap pelaksanaan semua kegiatan teknis edukatif di sekolah, dan bukan sekedar pengawasan fisik dan keuangan sekolah. Dalam konteks ini, supervisi merupakan pengawasan terhadap kegiatan akademik yang berupa proses belajar mengajar, pengawasan terhadap guru dalam mengajar, pengawasan terhadap segala situasi yang menyebabkan proses belajar mengajar kurang sesuai dengan apa yang direncanakan. Aktivitas supervisi dilakukan dengan mengidentifikasi keberhasilan yang dicapai, kelemahan-kelemahan pembelajaran untuk diperbaiki, kajian penyebabnya, dan mengapa guru tidak berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik. Berdasarkan hal tersebut kemudian diadakan tindak lanjut yang berupa perbaikan dalam bentuk pembinaan secara berkelanjutan(Suhardan, 2010).

 

Fungsi pengawasan atau supervisi dalam pendidikan bukan hanya sekedar kontrol untuk mengetahui segala kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana atau program yang telah digariskan, tetapi sekaligus dengan upaya untuk memperbaikinya atau meningkatkannya agar lebih baik. Kegiatan supervisi mencakup penentuan kondisi-kondisi atau syarat-syarat personil maupun material yang diperlukan untuk terciptanya situasi belajar-rnengajar yang efektif, dan usaha memenuhi syarat-syarat itu. Dalam konteks ini, supervisi lebih dipandang sebagai segala aktivitas yang dilakukan para pemimpin pendidikan di sekolah untuk meningkatkan segala kondisi yang mendukung peningkatan proses pembelajara para guru dan hasil belajar para siswanya.

 

Dalam dunia pendidikan di Indonesia, istilah supervisi sudah belum begitu populer digunakan dalam kegiatan sehari-hari, namun efektivitas implementasinya masih memerlukan kajian peningkatan. Kegiatan supervisi pendidikan dilakukan secara praktis oleh tenaga profesional khusus yang disebut “Pengawas Sekolah/Madrasah”. Para pengawas sekolah/madrasah inilah yang melakukan berbagai kegiatan supervisi pendidikan bagi kepala sekolah, guru-guru, dan tenaga kependidikan lainnya di suatu sekolah/madrasah. Karena istilah yang digunakan adalah pengawasan sekolah/madrasah, maka terkesan para pengawas sekolah/madrasah lebih dominan dalam melaksanakan tugasnya sebagai “pengawas” pendidikan, sehingga para kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan lainnya di sekolah/madrasah cenderung pasif dalam menerima tindakan pengawasan.

 

Supervisi pendidikan sesungguhnya merupakan praktek demokratis antara supervisor dan yang disupervisi (supervisee). Dalam pelaksanaannya, supervisi bukan hanya mengawasi apakah para guru/pegawai menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya sesuai dengan instruksi atau ketentuan yang telah digariskan, tetapi juga berusaha bersama guru-guru, menemukan bagaimana cara-cara memperbaiki proses belajar-mengajar. Jadi dalam kegiatan supervisi, guru-guru tidak dianggap sebagai pelaksana pasif, melainkan diperlakukan sebagai partner bekerja yang memiliki ide-ide, pendapat-pendapat, dan pengalaman-pengalaman yang perlu didengar dan dihargai serta diikutsertakan di dalam usaha-usaha perbaikan pendidikan ataupun pembelajaran. Burton (dalam Purwanto, 2010) menjelaskan prinsip dasar perilaku dan fokus supervisi pendidikan yang efektif, sebagai berikut:

 

a.  supervisi yang baik mengarahkan perhatiannya kepada dasar-dasar pendidikan dan cara-cara belajar serta perkembangannya dalam pencapaian tujuan umum pendidikan;

b.  tujuan supervisi adalah perbaikan dan perkembangan proses belajar- mengajar secara total; ini berarti bahwa tujuan supervisi tidak hanya untuk memperbaiki mutu mengajar guru, tetapi juga membina pertumbuhan profesi guru dalam arti luas termasuk di dalamnya pengadaan fasilitas yang menunjang kelancaran proses belajar- mengajar, peningkatan mutu pengetahuan dan keterampilan guru-guru, pemberian bimbingan dan pembinaan dalam hal implementasi kurikulum, pemilihan dan penggunaan metode mengajar, alat-alat pelajaran, prosedur dan teknik evaluasi pengajaran;

c.   fokus supervisi pendidikan pada setting “situasi pembelajaran”, dan bukan pada seseorang atau sekelompok orang. Semua orang, seperti guru-guru, kepala sekolah, dan pegawai sekolah lainnya, adalah mitra kerja (coworkers) yang sama-sama bertujuan mengembangkan situasi yang memungkinkan terciptanya kegiatan belajar-mengajar yang baik.

 

Sahertian (2008) menjelaskan bahwa kegiatan supervisi pendidikan telah berkembang dari kegiatan supervisi yang bersifat tradisional menjadi supervisi yang bersifat ilmiah. Kegiatan supervisi pendidikan yang bersifat ilmiah ditandai oleh beberapa indikator sebagai berikut:

a.  sistematis, artinya dilaksanakan secara teratur, berencana dan secara kontinu;

b.  obyektif, artinya ada data yang didapat berdasarkan observasi nyata, bukan berdasarkan tafsiran pribadi;

c.   menggunakan alat pencatat yang dapat memberikan informasi yang akurat sebagai umpan balik untuk mengadakan perbaikan atau peningkatan terhadap proses pembelajaran di kelas.

 

2. Prinsip-Prinsip Supervisi Pendidikan

Pengawas Sekolah maupun Kepala Sekolah sebagai supervisor pendidikan dalam melaksanakan tugasnya harus memperhatikan prinsip-prinsip supervisi agar dalam pelaksanaan supervisi dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuan supervisi yaitu peningkatan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan secara komprehensif. Secara garis besar, prinsip-prinsip pelaksanaan supervisi pendidikan adalah sebagai berikut:

a. Prinsip Ilmiah.

Prinsip ilmiah mengandung ciri-ciri:

1) Kegiatan supervisi dilaksanakan berdasarkan data obyektif yang diperoleh dalam kenyataan praktek pelaksanaan proses belajar mengajar;

2) Untuk memperoleh data perlu digunakan alat perekam data seperti angket, pedoman observasi, percakapan pribadi, dan yang lainnya;

3) Setiap kegiatan supervisi dilaksanakan secara sistematis terencana.

 

b. Prinsip Demokratis

Layanan dan bantuan yang diberikan kepada guru harus berdasarkan hubungan kemanusian yang akrab dan kehangatan, sehingga guru-guru merasa aman untuk mengembangkan tugasnya. Demokratis mengandung makna menjunjung tinggi harga diri dan martabat guru sebagai mitra kerja peningkatan mutu sekolah, bukan berdasarkan hubungan atasan dan bawahan.

 

c.   Prinsip Kerjasama

Mengembangkan usaha bersama dalam proses supervisi, atau menurut istilah supervisi “sharing of ideas, sharing of experiences” dalam proses supervisi untuk memberi support, mendorong, dan menstimulasi guru, sehingga guru merasa untuk tumbuh bersama.

 

d. Prinsip Konstruktif dan Kreatif

Setiap guru akan merasa termotivasi dalam mengembangkan potensi kreativitas kalau proses supervisi mampu menciptakan suasana kerja yang menyenangkan, bukan melalui cara-cara menakutkan.

Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut di atas, Purwanto (2010) menjelaskan lebih rinci perilaku seorang supervisor pendidikan dalam melaksanakan supervisi untuk memperhatikan dan melaksanakan tindakan-tindakan sebagai berikut:

a.  supervisi hendaknya bersifat konstruktif dan kreatif, yaitu pada pihak yang dibimbing dan diawasi harus dapat menimbulkan dorongan untuk bekerja;

b.  supervisi harus didasarkan atas keadaan dan kenyataan yang sebenarnya (reslistis, mudah dilaksanakan);

c.   supervisi harus sederhana dan informal dalam melaksanakannya;

d.  supervisi harus dapat memberikan perasaan aman kepada guru-guru dan pegawai-pegawai sekolah yang disupervisi;

e.  supervisi harus didasarkan atas hubungan professional, bukan atas dasar hubungan pribadi;

f.   supervisi harus selalu memperhitungkan kesanggupan, sikap, dan mungkin prasangka baik guru-guru dan pegawai;

g.  supervisi tidak bersifat mendesak (otoriter) karena dapat menimbulkan perasaaan gelisah atau bahkan antipati dari guru-guru;

h.  supervisi tidak boleh didasarkan atas kekuasaaan pangkat, kedudukan atau kekuasaan pribadi;

i.    supervisi tidak boleh bersifat mencari-cari kesalahan dan kekurangan;

j.    supervisi tidak dapat terlalu cepat mengharapkan hasil, dan tidak boleh lekas merasa kecewa;

k.   supervisi hendaknya juga bersifat preventif, korektif, dan kooperatif. Preventif berarti berusaha mencegah jangan sampai timbul hal-hal yang negatif. Sedangkan korektif yaitu memperbaiki kesalahan-kesalahan yang telah di perbuat. Kooperatif berarti bahwa menemukan kesalahan atau kekurangan-kekurangan dari yang disupervisi dan usaha memperbaikinya dilakukan bersama-sama oleh supervisor dan orang-orang yang disupervisi.

 

Apabila para supervisor pendidikan (pengawas sekolah dan kepala sekolah) secara konsisten menerapkan prinsip-prinsip perilaku supervisi tersebut di atas dalam setiap kegiatan supervisi ataupun pengawasan manajerial maupun akademik, maka diasumsikan secara bertahap setiap sekolah akan maju dan berkembang, sehingga tujuan peningkatan mutu sekolah dan mutu pendidikan secara komprehensif akan tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Selanjutnya, Buku Panduan Supervisi Akademik yang ditetapkan oleh Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2010) dijelaskan bahwa pelaksanaan supervisi akademik perlu mengacu pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

a.  Praktis: berkaitan dengan kemudahan dalam melaksanakan kegiatan supervisi sesuai dengan kondisi sekolah;

b.  Sistematis: berkaitan dengan perencanaan program supervisi yang matang dan tujuan pembelajaran;

c.   Objektif: berkaitan dengan masukan sesuai aspek-aspek instrumen yang digunakan dalam supervisi;

d.  Realitis: berkaitan dengan kenyataan sebenarnya dalam melakukan supervisi;

e.  Antisipatif: berkaitan dengan kemampuan dalam menghadapi masalah-masalah yang mungkin akan terjadi;

f.   Konstruktif: berkaitan dengan pengembangan kreativitas dan inovasi guru dalam mengembangkan proses pembelajaran;

g.  Kooperatif: berkaitan dengan kerja sama yang baik antara supervisor dan guru dalam mengembangkan pembelajaran;

h.  Kekeluargaan: berkaitan dengan pertimbangan saling asah, asih, dan asuh dalam mengembangkan pembelajaran;

i.    Demokratis: berkaitan dengan pemahaman bahwa supervisor tidak boleh mendominasi pelaksanaan supervisi akademik;

j.    Aktif: berkaitan dengan keaktifan guru dan supervisor untuk berpartisipasi;

k.   Humanis: berkaitan dengan kemampuan guru menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis, terbuka, jujur, ajeg, sabar, antusias,dan penuh humor;

l.    Berkesinambungan: berkaitan dengan kesinambungan kegiatan supervisi akademik oleh kepala sekolah maupun pengawas sekolah;

m. Terpadu: berkaitan dengan kesatuan dengan program pendidikan secara menyeluruh;

n.  Komprenhensif: berkaitan dengan pemenuhan tujuan supervisi akademik.

 

3. Tujuan Supervisi Pendidikan

Secara umum, tujuan utama supervisi pendidikan adalah untuk memberikan layanan, fasilitasi, dan bantuan untuk meningkatkan kualitas mengajar guru dikelas yang pada gilirannya untuk meningkatkan kualitas belajar siswa dan kualitas pendidikan secara menyeluruh. Dengan demikian, pada dasarnya tujuan supervisi pendidikan adalah peningkatan mutu layanan sekolah melalui pemberian layanan, fasilitasi, dan bantuan kepada kepala sekolah dan guru untuk meningkatkan kualitas belajar siswa, memperbaiki dan meningkatkan kemampuan mengajarnya, serta mengembangkan potensi kualitas guru. Selain itu, supervisi pendidikan bertujuan untuk memberikan kepastian dan penjaminan mutu sekolah kepada masyarakat dan pihak yang terkait (stakeholders) tentang mutu penyelenggaraan proses pembelajaran yang bermutu untuk mewujudkan kemampuan siswa yang berkualitas tinggi.

 

Pidarta (2009) secara lebih rinci menjelaskan tujuan-tujuan supervisi pendidikan, yaitu: 1) membantu menciptakan lulusan pendidikan secara optimal dalam kuantitas dan kualitas; 2) membantu sekolah mengembangkan kompetensi pribadi dan kompetensi sosial siswa dan guru; 3) membantu kepala sekolah mengembangkan program-program sekolah yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat; dan 4) meningkatkan kerjasama dengan masyarakat atau komite sekolah dalam mendukung peningkatan mutu sekolah dan mutu pendidikan.

 

Dengan demikian, dapat disimpulan bahwa tujuan supervisi pendidikan adalah untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih baik dengan cara membantu guru-guru dan kepala sekolah dalam meningkatkan kinerjanya untuk pembentukan kompetensi akademik, pribadi, dan sosial siswa secara optimal.

 

4. Fungsi Supervisi Pendidikan

Suhardan (2010) dan Sahertian (2008) menjelaskan bahwa fungsi utama supervisi pendidikan adalah fokus pada upaya perbaikan dan peningkatan situasi belajar mengajar untuk menghasilkan kualitas siswa yang diharapkan. Oleh karena itu, maka secara lebih rinci fungsi-fungsi supervisi pendidikan sebagai berikut:

a.  Mengkoordinasikan semua usaha sekolah untuk peningkatan mutu sekolah dan mutu pembelajaran;

b.  Melengkapi kepemimpinan sekolah bagi kepala sekolah dan guru-buru;

c.   Memperluas wawasan pengalaman guru-guru dalam pembelajaran;

d.  Menstimulasi usaha-usaha yang kreatif untuk peningkatan mutu sekolah dan mutu pembelajaran;

e.  Meyediakan fasilitas dan penilaian yang diperlukan secara terus-menerus;

f.   Menganalisis situasi belajar-mengajar secara terus menerus;

g.  Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada setiap anggota staf sekolah sesuai dengan tugas pokoknya;

h.  Memberikan wawasan yang lebih luas dan terintegerasi dalam merumuskan tujuan-tujuan pendidikan dan meningkatkan kemampuan mengajar guru-guru.

Ametembun (2007) mengemukan bahwa berangkat dari fungsi utama supervisi pendidikan di tujukan pada perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran dan hasil belajar siswa, maka sasaran utama fungsi supervisi adalah peningkatan kinerja dan kompetensi guru secara efektif. Oleh karena itu, maka fungsi supervisi pendidikan diarahkan untuk dilakukan sebagai fungsi-fungsi:

a.  Penelitian, yaitu fungsi yang harus dapat mencari dan menemukan esensi masalah dan memahaminya secara kritis untuk mencari solusi jalan keluar dari masalah yang dihadapi;

b.  Penilaian, yaitu untuk mengukur tingkat kemajuan yang diinginkan, seberapa besar yang telah dicapai, dan penilaian ini dilakukan dengan berbagai cara seperti tes, penetapan standar, penilaian kemajuan belajar siswa, melihat perkembangan hasil penilaian sekolah, serta prosedur lain yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan;

c.   Perbaikan, yaitu sebagai usaha untuk mendorong guru baik secara perseorangan maupun kelompok agar mereka mau melakukan berbagai perbaikan dalam menjalankan tugas mereka. Perbaikan ini dapat dilakukan dengan bimbingan, yaitu dengan cara membangkitkan kemauan, memberi semangat, mengarahkan dan merangsang untuk melakukan perubahan percobaan, serta membantu menerapkan sebuah prosedur mengajar yang inovatif baru.

d.  Pembinaan, yaitu merupakan salah satu usaha untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi, dengan melakukan pembinaan atau pelatihan kepada guru-guru tentang cara-cara baru dalam melaksanakan suatu proses pembelajaran. Kegiatan pembinaan ini dapat dilakukan denagan cara demonstrasi mengajar, lokakarya, seminar, observasi, konferensi individual dan kelompok, serta kunjungan sepervisi.

 

Fungsi-fungsi tersebut di atas harus ditumbuhkembangkan dengan cara menciptakan komunitas belajar profesional (Professional Learning Communities-PLC). Menurut Australian Institute for Teaching and Leadership, “A professional learning community (PLC) in schools involves collaboration, sharing and ongoing critical interrogation of teaching practices in line with professional standards. PLCs should be learning-oriented and promote the growth of teachers and students”. Johar Permana dan Asep Suryana (2016) mengemukakan bahwa Professional Learning Community (PLC) merupakan proses akuisisi pengetahuan yang dilaksanakan melalui proses inquiry secara kolaboratif dalam memecahkan masalah yang bersumber dari pekerjaannya yang indikasinya dapat ditelusuri dari kebutuhan belajar guru yang bersumber pada kepentingan proses belajar mengajar dan pengalaman belajar guru dilaksanakan secara kolaboratif. Karakteristik kunci dan unsur komunitas belajar profesional mencakup lima domain:

a.  professional culture

b.  leadership

c.   focus on students

d.  focus on professional learning; and

e.  performance and development.

 

Terkait dengan iklim sebagai konsteks PLC, Andy Hargreaves et.al. (2010) menganalisis bahwa aspek budaya professional terdiri dari friendly culture, supported strucuture, respecful, dan trusthing relationships yang merupakan sistem budaya yang mendukung keberlanjutan PLC, disamping dukungan organisasional seperti waku, tempat dan sumber daya (Hord, Shirley, 2009, hlm. 30)

 

Dalam Organizational Climate Description Questionnaire (OCDQ) terdapat dua kategori iklim yang mendukung PLC, yaitu (1) Collegial Teacher Behavior, menjelaskan keadaan guru antusias, menerima, dan menghargai kompetensi profesional rekan kerja; dan (2) Intimate Teacher Behavior, yaitu interaksi yang menunjukkan hubungan kuat seperti dalam sebuah keluarga (Hoy, Wayne K. and Miskel Ceccil G. 2008, hlm. 211).

 

Dengan terwujudnya PLC di sekolah, maka diharapkan terbangun suatu budaya bermutu yang diinisiasi dan diimplementasikan oleh internal sekolah.

 

5. Peran Supervisor Pendidikan

Supervisi pendidikan berfungsi membantu, memfasilitasi, melayani, memberi, dan memotivasi guru ataupun kepala sekolah untk meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu sekolah. Dari fungsi-fungsi ini, nampak dengan jelas peran utama supervisor pendidikan dalam praktek supervisi pendidikan. Seorang supervisor pendidikan, baik itu pengawas sekolah maupun kepala sekolah dapat berperan sebagai:

a.  Koordinator

Sebagai koordinator ia dapat mengkoordinasikan program belajar mengajar, tugas-tugas guru dalam berbagai kegiatan yang berbeda-beda .

b.  Konsultan

Sebagai konsultan ia dapat memberi bantuan konsultasi masalah yang dialami guru baik secara individual maupun kelompok.

c.   Pemimpin Kelompok

Sebagai pemimpin kelompok ia dapat memimpin sejumlah staf guru dalam mengembangkan potensi kelompok pada saat mengembangkan kurikulum, merancang program pembelajaran, materi pembelajaran, dan kebutuhan peningkatan kompetensi profesional guru-guru secara bersama.

d.  Evaluator

Sebagai evaluator supervisor ia dapat membantu guru-guru dalam menilai hasil dan proses belajar mengajar. Dalam upaya pembinaan kompetensi professional guru, pengawas melakukan penilaian kinerja guru-guru.

 

Itulah penjelasan tentang Pengertian, Prinsip-Prinsip, Tujuan dan Fungsi Supervisi Pendidikan, semoga ada manfaatnya



= Baca Juga =



Post a Comment

Previous Post Next Post